ZAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polemik zakat memang tidak asing
dikalangan masyarakat muslim, zakat sebagai salah satu rukun islam, tepatnya
rukun islam yang ke empat adalah sangat penting. Ada 82 tempat di dalam
Al-Qur’an yang menyebutkan tentang zakat beriringan dengan shalat. Kedudukan
anatara zakat dan shalat yang sering dikaitkan di beberapa ayat dalam Al-Qur’an
menunjukkan bahwa zakat dari segi keutamaan hampir sama seperti halnya shalat.
Shalat dikatakan sebagai ibadah badaniah dan zakat dkatakan sebagai ibadah
maliyah yang paling utama.
Zakat fitrah sebagai salah satu
zakat yang paling penting bagi muslim, tidak ada penjelasan secara khusus dari
dalam Al-Qur’an, tetapi penjelasan kewajiban zakat itu dijelaskan di dalam
hadist Nabi. Zakat fitrah itu diwajibkan baik itu laki-laki, perempuan,
merdeka, ataupun budak sekalipun.
Kewajiban zakat akan memberikan
pengaruh dampak yang positif bagi para pemberinya. Karena, zakat itu sendiri
esensinya merupakan sebuah pemberian yang diwajibkan kepada orang muslim untuk
diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu
guna untuk membersihkan harta kita. Kenapa dikatakan untuk membersihkan?
Karena, di dalam harta seseorang yang tersimpan itu terdapat hak-hak orang
lain. Allah hanya memberikan harta itu kepada kita sebagai manusia. Dan
kewajiban kitalah sebagai yang dititipkan untuk memberikan harta tersebut kepada
orang yang berhak mendapatkannya.[1]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang
telah dijelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1.
Pengertian zakat
2.
Macam-macam zakat
3.
Syarat-syarat zakat dan
4.
Fungsi zakat
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan
rumusan diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui pengertian zakat
2.
Mengetahui macam-macam
zakat
3.
Mengetahui syarat-syarat
zakat dan
4.
Mengetahui fungsi zakat
D. Metode Penulisan Makalah
Metode
penulisan makalah ini adalah Metode Pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan
mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
baik berupa buku maupun informasi di internet, kemudian disusun menjadi suatu
bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah
salah satu rukun Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan
menurut syari’at berarti sedekah wajib dari sebagian harta. Sebab dengan
mengeluarkan zakat, maka pelakunya akan tumbuh
mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi orang yang suci
serta disucikan. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang
maju. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat muslim telah
diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah SWT :
“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul,
supaya kamu diberi rahmat”. (QS An-Nur 56).
Dalam buku
lain juga disebutkan, salah satu tugas ekonomi penting kaum muslimin adalah
zakat. Al-Quran menyebutkan zakat setelah menyebutkan sholat ini menunjukkan
betapa pentingnya masalah zakat karena ia merupakan tanda keimanan seseorang
dan modal keselamatannya.[2]
Dalam ayat
yang lain, Allah menjelaskan bahwa orang yang mentaati perintah Allah khususnya
dalam menunaikan zakat, niscaya Allah akan memberikan rahmat kepada kita dan
kita akan dikembalikan kepada kesucian atau fitrah seperti bayi yang baru
dilahirkan ke muka bumi ini atau seperti kertas putih yang belum ada
coretan-coretan yang dapat mengotori kertas tersebut, seperti firman-Nya :
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan sucikan
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
(QS At-Taubah 103).
Zakat itu wajib dharurah dalam
agama. Dan yang mengingkarinya dianggap telah keluar dari Islam. Imam Shadiq
berkata, “Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi para fuqara harta yang
dapat mencukupi hidup mereka di dalam harta orang-orang kaya. Jika Allah
mengetahui bahwa hal itu tidak mencukupi, tentu Allah akan menambahnya. Mereka
menjadi fuqara bukan karena tidak ada bagian dari Allah untuk mereka, tetapi
karena orang-orang kaya itu tidak mau memberikan hak para fuqara tersebut. Seandainya setiap orang kaya
menunaikan kewajiban mereka, maka para fuqara akan hidup dengan baik”.[3]
Adapun orang-orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat yaitu harus baligh,
berakal, dan hartanya milik penuh.
B. Macam-macam Zakat
Macam-macam zakat
secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau maal dan zakat
fitrah. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan
niat.
1. Zakat Maal
Maal sendiri
menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus
dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah
memenuhi syarat, haul, dan nishabnya. Dan syarat-syaratnya diantaranya:
Ø
Menurut Imamiyah syaratnya
adalah baligh dan berakal. Jadi, orang gila dan anak-anak tidak wajib mengeluarkan
zakat. Kalau dalam madzhab Syafi’i, berakal dan baligh tidak menjadi syarat.
Bahkan orang gila dan anak-anak, wali mereka harus yang mengeluarkan zakat atas
nama mereka.
Ø
Syarat berikutnya yaitu milik penuh. Disini
berarti orang yang mempunyai harta itu menguasai sepenuhnya terhadap harta
bendanya, dan dapat mengeluarkan sekehendaknya. Maka harta yang hilang tidak
wajib dizakati, juga harta yang dirampas atau dibajak dari pemiliknya,
sekalipun tetap menjadi miliknya.
Ø
Orang yang punya utang, dan
dia mempunyai harta yang sudah mencapai nishab. Menurut Imamiyah dan Syafi’i,
jika berhutang maka harus tetap wajib mengeluarkan zakat. Menurut Hambali harus
melunasi hutangnya terlebih dahulu. Menurut Maliki, jika berhutang tetapi
memiliki emas dan perak maka harus melunasi hutang terlebih dahulu. Dan jika
yang dimiliki selain emas dan perak maka tetap wajib zakat. Dan menurut Hanafi,
jika berhutang dimana utangnya itu menjadi hak Allah untuk dilakukan oleh
seorang manusia dan manusia lain tidak menuntutnya seperti haji dan
kifarat-kifaratnya, maka tetap harus berzakat. Tetapi jika berhutangnya itu
untuk manusia dan Allah, serta manusia memiliki tuntutan atau tanggung jawab
untuk melunasinya, maka tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat tanaman
dan buah-buahan.[4]
2. Zakat Fitrah
Zakat fitrah
disini berarti juga zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri
orang Islam diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu
Umar, katanya “Rasulullah SAW mewajibkan
zakat fitrah, berbuka bulan Ramadhan, sebanyak satu sha’ (3,1 liter) tamar atau
gandum atas setiap muslim merdeka atau hamba, lelaki atau perempuan.“(H.R.
Bukhari).
Syarat-syarat wajib zakat fitrah, yaitu:
1. Islam
Orang yang dibebani untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah:
Pertama, orang yang dibebani untuk
mengeluarkan zakat fitrah itu muslim yang tua maupun muda. Juga termasuk orang
gila dan wali untuk anak kecil juga. Kedua,
orang yang mampu. Menurut Syafi’i, orang yang mampu adalah orang yang mempunyai
lebih makanan pokok untuk diri dan keluarga pada siang dan malam harinya.
Sedangkan menurut Imamiyah, orang yang mampu adalah orang yang mempunyai
belanja untuk satu tahun, untuk diri dan keluarganya, baik memperolehnya dengan
bekerja maupun dengan kekuatan, dengan syarat ia dapat mengembangkannya.[5]
Jumlah yang harus dikeluarkan
Ulama madzhab
bahwa tiap orang wajib mengeluarkan satu sha’ satu gantang baik untuk gandum,
kurma, anggur kering, beras, maupun jagung, dan seterusnya yang menjadi
kebiasaan makanan pokok. Dan setiap gantang diperkirakan 3 kg.
Setiap jenis
makanan itu 3 kg, bisa berupa harga dari jenis makanan yang berlaku umum di
suatu masyarakat. Dan barang yang hendak dikeluarkan untuk zakat fitrah
haruslah yang bagus dan tidak boleh dicampur dengan yang rusak. Yang paling
utama adalah memberikan sesuatu yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat
setempat.[6]
Waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah
Sedangkan
menurut Imamiyah adalah wajib dikeluarkan pada waktu masuknya malam hari raya,
dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya matahari sampai
tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam melaksanakannya adalah
sebelum pelaksanaan sholat hari raya.[7]
C. Harta Benda Yang Wajib
Dizakati
Al-Qur’an mengungkapkan tentang
orang-orang fakir, bahwa mereka betul-betul suatu kelompok yang mempunyai hak
bagi harta-harta benda orang kaya, seperti yang di ungkapkan surat Al-Dzariat
ayat 19:
“Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian“
Ayat ini tidak membedakan antara
harta pertanian, pertukangan (pabrik atau buruh), dan perdagangan. Dan tidak
kalah pentingnya zakat adalah salah satu cara untuk membuktikan jihad, yaitu
pengorbanan dengan jiwa raga demi merindukan perjumpaan dengan Allah SWT. Maka dari
itu, ulama madzhab mewajibkan binatang ternak, biji-bijian, buah-buahan, uang
dan barang tambang untuk dizakati. Sementara menurut Imamiyah zakat di wajibkan
pada binatang, tanaman dan mata uang tertentu. Jumlah keseluruhannya ada
Sembilan, yaitu: unta, sapi, dan kambing (dari binatang); hinthah, sya’ir,
kurma dan kismis (dari tanaman); emas dan perak (dari mata uang). Selain dari
hal-hal tersebut hanya disunahkan pada zakat, tidak wajib.
1. Emas dan Perak
2. Hasil Tambang dan Tanaman
Jahiliyah
Tambang adalah
emas dan perak yang digali dari bumi yang ada sejak semula. Zakatnya adalah
2,5% atau 1/40, dengan syarat cukup satu nishab, dan tidak di syaratkan sampai
haul. Tanaman jahiliyah adalah emas dan perak yang ditanam atau disimpan
manusia sebelum diangkat Rasulullah SAW. Zakatnya adalah 20%, dengan syarat
cukup nishab, dan tidak di syaratkan haul.
3. Penemuan benda-benda
terpendam (Rikaz)
Yang dimaksud benda-benda terpendam
disini ialah berbagai macam harta benda yang disimpan oleh orang-orang dulu di
dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain.
Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa orang yang menemukan benda-benda ini
diwajibkan mengeluarkan zakatnya seperlima bagian (20%), berdasarkan hadist
yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadis, yang menyatakan bahwa rikaz itu
harus dikeluarkan zakatnya seperlima bagian”. Dan para ulama sepakat bahwa
tidak ada ketentuan tentang batas waktu satu tahun untuk mengeluarkan zakatnya.
Akan tetapi kewajiban itu harus dilakukan pada waktu itu juga.[8]
4. Barang Perdagangan
Semua harta benda yang
diperdagangkan apabila memenuhi syarat, wajib dizakati. Dan syarat harta
dagangan supaya wajib dizakati menurut madzhab Syafi’i ada 6 macam :
1.
Harta dagangan itu dimiliki
dengan cara jual beli, bukan dengan warisan.
2.
Harta benda itu diniatkan
untuk diperdagangkan.
3.
Harta benda itu tidak ada
maksud untuk dipakai sendiri.
4.
Berjalan haul satu tahun
semenjak memiliki barang dagangan itu.
5.
Harta dagangan itu tidak
ditukar menjadi mata uang, emas, dan perak.
6.
Sampai harga barang dagangan
itu di akhir tahun, satu nishab.
5. Makanan Pokok dan
Buah-buahan
Semua ulama madzhab sepakat bahwa
jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam zakat tanaman dan buah-buahan
adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman dan buah-buahan tersebut disiram air
hujan atau dari aliran sungai.
Tapi jika air yang digunakannya
dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka cukup mengeluarkan
lima persen (5%). Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya harus sesuai dengan :
1.
Hasil panen yang pengairannya
dari air hujan dan air sungai secara alami, diluar usaha petani, maka ukuran
zakatnya adalah 1/10.
2.
Hasil panen yang
pengairannya dengan alat seperti timbal atau diesel, maka ukuran zakatnya
adalah 1/20.
3.
Hasil panen yang
pengairannya dengan kedua-duanya, maka ukuran zakatnya adalah 1/10 untuk
setengahnya dan 1/20untuk setengah lainnya.
Adapun syarat
zakat makanan pokok dan buah-buahan menurut Imam Syafi’i ada 3 macam :
1.
Biji-bijian yang menjadi
makanan pokok dan tahan disimpan
2.
Cukup satu tahun yaitu Ausuq
= 653 kg (beras).
3.
Makanan pokok dan
buah-buahan itu milik orang tertentu
Mayoritas ulama fiqih berpendapat
tidak wajib zakat biji-bijian dan buah-buahan kecuali makanan pokok dan tahan
disimpan. Madzhab Syafi’i berpendapat
buah-buahan yang dizakati hanya dua macam, yaitu tamar dan anggur, sedangkan
biji-bijian yang wajib dizakati adalah gandum, beras, kacang adas, kacang
kedelai, dan jagung. Dan juga menurut madzhab Syafi’i tidak wajib dizakati
buah-buahan seperti mentimun, semangka, delima dan lain-lain. Karena Rasulullah
memaafkannya, sesuai dengan hadistnya yang berbunyi :
لَيْسَ فِي الْخَضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ
“Dalam sayur-sayuran tidak ada sedekah/zakat”
وَالْمُرْسَلُ حُجَّةٌ اِذَا اعْتَضَدَّ بِقَوْلِ أَكْثَرِ أَهْلِ عِلْمٍ وَهُوَ مَوْجُوْدٌ هُنَا
Hadist mursal patut dijadikan argumentasi, bila dikukuhkan oleh
pendapat kebanyakan ahli ilmu, dan hal ini memang terjadi pada masalah zakat.
Sedangkan
menurut Imamiyah, biji-bijian yang wajib dizakati hanya gandum. Dan buah-buahan
yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur. Selain yang disebutkan diatas,
tidak wajib dizakati, tetapi sunnah untuk dizakatinya.
6. Binatang Ternak
Syarat wajib
zakat binatang ternak, telah disepakati oleh ulama madzhab ada beberapa macam :
1.
Binatang yang dizakati itu
adalah unta, lembu, kerbau, kambing yang jinak. Dan mereka sepakat bahwa
binatang seperti kuda, keledai, dan baghal (hasil kawin silang antara kuda dan
keledai) tidak wajib dizakati, kecuali termasuk harta dagang.[10]
2.
Cukup satu nishab.
3.
Milik yang sempurna.
4.
Sampai haul.
5.
Binatang ternak itu
dipelihara.
Ø
Nishab dan Ukurannya
a.
Nishab Dan Zakat Unta
5 – 9 ekor : 1 ekor kambing
berumur 2 tahun / lebih, atau 1 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
10 – 11 ekor : 2 ekor kambing
berumur 2 tahun / lebih, atau 2 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
15 – 19 ekor : 3 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 2,3 domba
berumur 1 tahun / lebih
20 – 24 ekor : 4 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 4 ekor
domba berumur 1 tahun / lebih
25……….dst : Kelipatannya 1 ekor
sapi, menurut empat mazhab, berbeda dengan Imamiyah jika 25 ekor, maka wajib
mengeluarkan 5 ekor kambing. Kalau jumlahnya 26 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor
unta yang berumur 1 tahun lebih.
b.
Nisab Dan Zakat Sapi/
Kerbau
30 – 39 ekor : 1 ekor sapi /
kerbau umur 1 tahun / lebih
40 – 59 ekor : 1 ekor sapi /
kerbau umur 2 tahun / lebih
60 – 69 ekor : 2 ekor sapi / 1
kerbau umur 1 tahun / lebih
c.
Nisab Dan Zakat Kambing
40 – 120 ekor : 1 ekor kambing
betina berumur 2 tahun / lebih atau 1 ekor
domba betina berumur 1 tahun / lebih
121- 200 ekor : 2 ekor kambing
betina berumur 2 tahun / lebih atau 2 ekor domba betina berumur 1 tahun / lebih
201- 399 ekor : 3 ekor kambing
betina berumur 1 tahun / lebih atau 3 ekor domba betina berumur 2 tahun /
lebih. Kecuali Imamiyah, jika 301 ekor maka harus mengeluarkan 4 kambing
400………dst : Kelipatannya 4
ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 4 ekor domba berumur 1 tahun /
lebih
7. Perusahaan dan
Penghasilan
Tidak diperoleh keterangan dari
jumhur ulama fiqih tentang zakat dari berbagai macam perusahaan, seperti
pabrik, angkutan darat, laut dan udara, akan tetapi kongres ulama Islam yang
kedua dan muktamar pembahasan hukum Islam yang kedua tahun 1385 H / 1965 M
menetapkan: Segala harta yang dapat berkembang dan tidak ada nashnya, tidak ada
pendapat ahli fiqih tentang hal itu pada masa lalu yang mewajibkan berzakat,
maka hukumnya sebagai berikut :
1.
Tidak wajib dizakati
ditinjau dari bendanya, yang dizakati adalah penghasilan bersihnya, ketika
cukup nishab dan haulnya.
2.
Kadar zakat dari berbagai
macam perusahaan tersebut adalah 2,5%, seperti zakat perdagangan.
3.
Ketetapan ini sesuai dengan
pendapat sebagian Ulama Maliki, Ibnu Aqil serta Hadawiyah dari golongan syiah. [11]
D. Orang Yang Berhak
Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)
Berkenaan dengan mustahiq zakat,
Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 60,
sebagai berikut :
Berdasarkan
ayat diatas, Orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan, yaitu :
1.
Fuqara (orang-orang fakir)
Orang yang
mengaku fakir boleh dipercaya sekalipun tidak ada bukti atau sumpah bahwa ia
betul-betul tidak mempunyai harta, serta tidak diketahui bahwa ia berbohong.
Karena pada masa Rasulullah pernah datang dua orang kepada beliau, yang ketika
itu beliau sedang membagi zakat, lalu kedua orang itu meminta sedekah
kepadanya, maka beliau melihat dengan penglihatan tajam dan membenarkan keduanya,
serta bersabda :
“Kalau kamu berdua mau, maka aku akan memberikannya. Orang yang kaya
tidak mempunyai bagian untuk menerima zakat, begitu juga orang yang mampu untuk
bekerja”.
Lalu Rasulullah mempercayai
keduanya tanpa bukti maupun sumpah.[12]
2.
Masakin (orang-orang
miskin)
Orang miskin adalah orang yang
keadaan ekonominya lebih buruk dari orang fakir. Namun menurut madzhab Syafi’i,
orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk daripada orang
miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu,
atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya. Sedangkan orang
miskin ialah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya.[13]
3.
Para amil (orang-orang yang
mengatur zakat)
Orang-orang yang menjadi amil zakat
ialah pengelola zakat yang ditunjuk oleh Imam atau wakilnya untuk
mengumpulkannya dari para pembayar zakat dan menjaganya, kemudian
menyerahkannya kepada orang yang akan membagikannya kepada para mustahiq. Apa
yang diterima oleh para amil dari bagian zakat itu dianggap sebagai upah atas
kerja mereka, bukannya sedekah. Oleh karena itu, mereka tetap diberi walaupun
mereka kaya.
4.
Muallafah qulubuhum (mualaf
yang dibujuk hatinya)
Terdapat
perselisihan tentang apakah mualaf ini khusus bagi mereka yang tidak
menunjukkan keislaman mereka, ataukah termasuk juga orang yang menunjukkan
keislaman tetapi diragukan. Yang pasti, Rasulullah telah menyantuni orang-orang
musyrik (yang tidak menunjukkan keislaman) diantaranya adalah Shafwan bin
Umayyah, dan juga orang-orang munafik (yang menunjukkan keislaman) seperti Abu
Sufyan.
5.
Riqab (memerdekakan budak)
Yang dimaksud dengan riqab ialah
budak. Sedangkan kata fi menunjukkan bahwa zakat untuk bagian ini bukannya
diberikan kepada mereka, tetapi digunakan untuk membebaskan mereka dan
memerdekakan mereka. Inilah salah satu pintu yang dibuka oleh Islam untuk
memberantas perbudakan sedikit demi sedikit. Sehingga pada masa sekarang sudah
tidak ada lagi perbudakan.[14]
6.
Gharimin (orang-orang yang
mempunyai utang)
Mereka ini adalah orang-orang yang
menanggung beban utang dan mereka tidak mampu membayarnya. Maka utang mereka
itu dilunasi dengan bagian dari zakat, dengan syarat mereka itu tidak
menggunakannya untuk dosa dan maksiat.
7.
Sabilillah (Jalan Allah)
Sabilillah adalah segala sesuatu
yang diridhai oleh Allah dan yang mendekatkan kepada Allah. Seperti membuat
jalan, membangun sekolah, rumah sakit, irigasi, mendirikan masjid, dan
sebagainya. Dimana manfaatnya adalah untuk kaum Muslim atau selain kaum Muslim.
8.
Ibnu Sabil (orang yang
sedang dalam perjalanan)
Ibnu Sabil adalah orang asing yang
menempuh perjalanan ke negeri lain dan sudah tidak punya harta lagi. Maka zakat
boleh diberikan kepadanya sesuai dengan ongkos perjalanan untuk kembali ke
negaranya.[15]
E. Hikmah Dan Fungsi Zakat
1.
Zakat dapat membiasakan
muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat dermawan, dan melepaskan dirinya dari
sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu merasakan manfaatnya, serta menyadari
bahwa zakat mampu mengembangkan harta yang dimiliki.
2.
Zakat dapat memperkuat
jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki dan orang lain. Jika
kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap muslim sadar diri untuk
menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih sayang, kuatnya persatuan,
dan teguhnya persaudaraan.
3.
Zakat mampu memperkecil
jarak kesenjangan sosial, menghilangkan kecemburuan sosial dan meredam tingkat
kejahatan.
4.
Zakat mampu mengentaskan
kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil angka pengangguran dan membangkitkan
geliat perekonomian.
5.
Zakat adalah sarana yang
paling manjur dalam mensucikan hati dari sifat-sfat dengki, hasud dan dendam,
dimana ketiga sifat ini adalah penyakit utama masyarakat yang paling mematikan.
Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya: “ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka”. (QS. At-Taubah: 103)
6.
Zakat menghilangkan sifat
cinta dunia, yang merupakan sumber segala kesalahan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan:
Ø
Zakat adalah sebutan bagi
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT agar diserahkan kepada
orang-orang yang berhak (mustahak).
Ø
Dasar hukum zakat,
diantaranya surat Al-Baqarah Ayat 43:
Yang artinya: “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.
Ø
Ada delapan orang yang
berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, budak, al-ghoorim,
sabilillah, dan ibnu sabil.
Ø
Zakat Fitrah ialah zakat
diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang
berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Besar zakat yang dikeluarkan
menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits adalah sebesar satu
sha' (1 sha'=4 mud, 1 mud=675 gr) atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau
2.176 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith).
Ø
Seorang muslim harus
mempunyai sifat-sifat baik dalam hidup perseorangan yaitu murah hati,penderma,
dan penyayang.
Ø
Zakat dapat menjaga
timbulnya rasa dengki,irihati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si
miskin dan si kaya.
Ø
Zakat bersifat sosialistis
karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah yang diberikan
kepada manusia.
B. Saran
Penyusun
makalah ini manusia biasa banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu
penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami masalah zakat, setelah
membaca makalah ini membaca sumber lain yang lebih lengkap. Dan marilah kita
realisasikan zakat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kewajiban umat
muslim dengan penuh rasa ikhlas.
DAFTAR PUSTAKA
Al Jauziyyah, Ibn Qayyim. 1999. Zadul Ma’ad Bekal Menuju ke Akherat.
Jakarta. Pustaka Azzam
Ash Shideiqy,H,Z.Kuliyah Ibadah. PT Pustaka Rizki putra.Semarang. 2000
Mas’udi, Masdar Farid. 1986. Islam agama Keadilan. Jakarta. LP3M.
Panduan Pintar Zakat. H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia. QultumMedia. Jakarta.
2008.
Qardhawi, Yusuf. (1996). “Hukum Zakat” (Terjemahan Salma Harub at al). PT. Pustaka Litera
Antar Nusa: Jakarta
Qardawi, Yusuf. 1997. Hukum Zakat. Jakarta. Litera Antar Nusa.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung. Sinar Baru Algensindo.
Rifa’i, Mohamad: Ilmu Fiqh Islam Lengkap.PT Karya Toha Putra.Semarang.1978 Syuja’,
Abu. T.th. Fath al Qarib. Surabaya. Hidayah.
Zuhaili, Wahbah. 1997. Fiqh al Islam wa adillatuh. Beirut. Dar al Fikr.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR
ISI ................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C.
Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat ............................................................................... 3
B.
Macam-macam Zakat ........................................................................ 4
C.
Harta Benda Yang Wajib
Dizakati ................................................... 7
D.
Orang Yang Berhak Menerima
Zakat ............................................... 11
E.
Hikmah Dan Fungsi Zakat ................................................................ 13
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................................................................................ 15
B.
Saran .................................................................................................. 15
ii
|
[1]
http://zakiaputeri94.blogspot.com/2013/05/makalah-zakat.html
[2] M. Husein Falah Zadeh.
Belajar Fiqih untuk Tingkat Pemula (cet 1; Iran: Lembaga Internasional Ahlul Bait, 2008), hal 223
[3] M. Jawad Mughniyah, Fiqih
Imam Ja’far Shadiq. hal 404-405
[4] M. Jawad Mughniyah, Fiqih
Lima Mazhab. hal 177-178
[5] Ibid., hal 195-196
[6] Ayatullah Khomeini, Puasa
dan Zakat Fitrah. hal 46-47
[7] M. Jawad Mughniyah, Fiqih
Lima Mazhab. hal 196-198
[8] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat.
hal 411
[9] Pengarang kitab, Nayl
al-Author syarah al-Muntaqa al-Akhbar
[10] Ibid, hal. 181
[11] Muktamar, Pembahasan
Hukum Islam yang Kedua, tahun 1385 H / 1965 M
[12] M. Jawad Mughniyah, Fiqih
Lima Madzhab. hal 190
[13] Ibid hal. 192
[14] Ibid., hal 440
[15] M. Jawad Mughniyah ,
Fiqih Lima Madzhab. hal 193
0 Comments:
Post a Comment